Ephorus HKI dan KPKC Kapusin Medan Hadiri Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi XIII DPR RI
Jakarta, 9 September 2025 – Tutup TPL menjadi tuntutan utama gereja dan masyarakat adat di Tano Batak. Selama lebih dari empat dekade, PT Toba Pulp Lestari (TPL)—sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU)—beroperasi di Tanah Batak, Sumatera Utara. Namun, alih-alih membawa kesejahteraan, keberadaan perusahaan ini justru menyisakan penderitaan panjang bagi masyarakat adat.
Sebagai respons terhadap situasi tersebut, Komisi XIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Selasa, 9 September 2025. Dalam forum ini, sebanyak 23 perwakilan dari berbagai elemen masyarakat hadir untuk memaparkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh PT TPL.
Para Tokoh yang Hadir
Tokoh-tokoh yang ikut serta antara lain:
Pastor Walden Sitanggang (JPIC Kapusin)
Pdt. Firman Sibarani (Ephorus HKI)
Pdt. Happy Pakpahan (Praeses HKI Distrik XII)
Mangitua Ambarita (Tokoh Adat Sihaporas)
Sorbatua Siallagan (Dolok Parmonangan)
Rudolf Pasaribu (Natinggir)
Hotna Panggabean (Natumingka)
Jhontoni Tarihoran (Ketua AMAN Wilayah Tano Batak)
Roki Suriadi Pasaribu (Direktur KSPPM)
Jonris Manutur Simanjuntak (Nagasaribu)
Albertus Simamora (PMKRI)
Pius Sinurat (ISKA)
Denny Br. Tambunan (WKRI)
St. Donni Lumban Tobing (Perantau Tapanuli, HKI) serta sejumlah perwakilan organisasi lainnya.
Sementara itu, dari pihak DPR RI, turut hadir:
Wakil Ketua Komisi XIII Sugiat Santoso
Anggota Komisi XIII: Dewi Asmara, Rapidin Simbolon (FPDIP), Maruli Siahaan (F-Golkar), Umbu Kabunang Rudi Yanto (F-Golkar), Melati (F-Gerindra), Ali Mazi (F-Nasdem), Mafirion (F-PKB), Meity Rahmatia (F-PKS), dan Arizal Aziz (F-PAN).
Fakta-Fakta yang Diungkap
Pastor Walden Sitanggang mengungkapkan data hasil kajian KSPPM dan AMAN Tano Batak, yang menunjukkan:
Sebanyak 19 komunitas masyarakat adat, mencakup sekitar 19.000 kepala keluarga, terdampak oleh klaim sepihak PT TPL atas wilayah adat seluas 33.422,37 hektare.
PT TPL menggunduli sekitar 62.000 hektare hutan alam, yang kemudian menyebabkan bencana ekologis, kematian, kerusakan lahan pertanian, serta rusaknya pemukiman warga.
Sebanyak 502 orang menjadi korban kekerasan, baik dalam bentuk intimidasi, kriminalisasi, maupun kehilangan nyawa.
Selain kehilangan hak atas tanah leluhur, masyarakat kini hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian.
Lebih lanjut, konflik yang terjadi bukan hanya bersifat vertikal antara perusahaan dan masyarakat adat. Secara bersamaan, relasi sosial antarwarga juga terganggu. Akibatnya, gereja mengalami perpecahan, nilai-nilai adat mulai luntur, dan keharmonisan kekeluargaan pun hancur.
Dalam enam tahun terakhir, PT TPL semakin intens melakukan tindakan represif terhadap masyarakat adat. Beberapa kasus kekerasan terbaru mencakup:
Nagasaribu (Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara)
Natinggir
Natumingka (Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba)
Sihaporas (Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun)
Dolok Parmonangan (Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun)
Meskipun berbagai pihak telah menyoroti pelanggaran tersebut, PT TPL justru memperluas penanaman eukaliptus dan bersikap semakin agresif.
Seruan Gereja untuk Tutup TPL
Untuk menjamin keadilan, masyarakat adat dan gereja menyampaikan sejumlah tuntutan kepada DPR RI, antara lain:
Meminta DPR RI segera merekomendasikan penghentian operasional PT TPL kepada Presiden RI.
Mendesak Kementerian Kehutanan untuk mencabut izin PBPH yang diberikan kepada PT TPL.
Menyerukan agar pemerintah kabupaten di sekitar Danau Toba mengakui dan melindungi masyarakat adat serta wilayah adat secara resmi.
Mendorong DPR RI agar menyurati Kapolri, meminta aparat untuk mengutamakan pendekatan persuasif dan humanis, serta menegakkan hukum secara adil bagi korban kekerasan.
Kesimpulan Rapat Dengar Pendapat
Menanggapi paparan dan tuntutan masyarakat, Komisi XIII DPR RI menyepakati beberapa langkah penting, yaitu:
Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta, yang akan melibatkan Kementerian Hukum dan HAM serta Komnas HAM, guna menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM oleh PT TPL.
Komisi XIII meminta JPIC Kapusin Medan untuk menyediakan seluruh data pendukung bagi proses investigasi.
Komisi XIII juga akan menyurati Kapolri, agar aparat kepolisian melakukan pendekatan secara humanis terhadap perjuangan masyarakat adat mempertahankan wilayahnya.
Pernyataan Tegas Ephorus HKI
Di akhir RDPU, Ephorus HKI, Pdt. Firman Sibarani, menyampaikan apresiasi atas respon DPR RI, seraya menekankan pentingnya kehadiran langsung para anggota Komisi XIII ke lapangan.
Penutup: Doa dan Harapan
Kita bersama-sama mendoakan agar Tim Gabungan Pencari Fakta benar-benar terbentuk dan bekerja secara objektif, transparan, dan berkeadilan. Semoga operasional PT TPL yang tidak membawa berkat bagi masyarakat dan keutuhan ciptaan di Tapanuli segera dihentikan.
Mari kita dukung perjuangan masyarakat agar mereka kembali berdaulat atas ruang hidupnya, serta agar hukum dan keadilan ditegakkan setegak-tegaknya di tanah air kita tercinta. (HP)
No comments yet.